Sunday, March 29, 2009

cerpen pertama : OPINI ANA

OPINI ANA
Karya : Meiliana Elisabeth
“Ya ampun, emang lo nggak tau kalo Mike itu mantannya Chika? Si Tasha juga kan lagi HTS-an sama Mike! Terus, lo masih mau masa bodo?”, tanya Vika heran.
“Nggak lo kasih tahu juga, gue udah tahu! Lagian gue juga udah nggak mau tahu lagi tentang Mike. Udah cukup sakit hati gue!”, maki Ana tak sabar. 
Hari ini benar-benar apes buat Ana. Mike adalah cowok yang kesekian puluh yang pernah ia taksir. Tapi yang kesekian puluh kali pula, hatinya harus menerima sakit yang sama. Apalagi kalo bukan cowok yang ditaksirnya itu suka sama cewek lain. Atau punya banyak fans dimana-mana. Memang ini bukan seratus persen salah Mike. Tapi ini sering terjadi dan selalu berulang terus, tak pernah berhenti. Ana jadi merasa cewek paling malang sedunia. Padahal, Ana hanya cuma pengin ngerasain gimana sih indahnya “cinta”, sama cowok di kelas barunya di kelas dua SMA ini.

***

Ketika di kelas, Ana masih saja bete dengan kejadian kemarin. “Gue benci banget sama yang namanya cowok! Makhluk yang cuma bisa bikin gue patah hati berulang-ulang kali. Kenapa sih, gue harus suka sama cowok?. Tapi nggak pernah ngerasa happy ending?”. rutuk Ana dalam hati. Katanya, tahun ajaran baru ini, di sekolah Ana kedatangan guru baru untuk mengajar pelajaran tambahan. Yaitu conversation bahasa Inggris. Kebetulan guru barunya cowok.
1
 Kriiing. Bel istirahat berbunyi nyaring memekakan telinga. Seketika juga Vika bergegas menemui Ana di kelasnya. “Ana, ke kantin, nyok!” ajak Vika penuh semangat dengan kepala yang menyembul dari balik pintu. “Ayo deh. Perut gue juga udah mulai orkestra neh! Hehehe.” balas Ana dengan cengengesan. Ketika mereka berdua melewati ruang TU, sekilas Ana dan Vika terlonjak kaget. Melihat sesosok pria tampan yang berpakaian rapi, kelihatannya seorang guru muda. Ia tampak sedang asyik duduk menunggu di kursi depan ruang TU. 
“Gila cakep banget, na!!! Sumpah! Tadi itu ganteng banget! Itu siapa ya?” teriak Vika lebay banget sambil loncat-loncat. Dia nggak tahu apa, kalo cowok yang baru diomonginnya tadi udah terkikik-kikik dibelakang. Ke-GR-an kali.
 “Ssst, norak lo akh! Iye, itu orang emang ganteng, cakep lagi. Tapi nggak usah lebay gitu dong gaya lo. Malu tau nggak!”. Mau tak mau Ana jadi ikut ketularan Vika memuja-muja cowok itu. Walaupun kadarnya tidak separah Vika. 

***

Ternyata benar, cowok itulah guru barunya. Namanya Mr.William. Vika kaget banget, waktu ngeliat Mr. William mulai mengajar di kelasnya hari itu. Mr. William sangat berbeda dari yang dibayangkan. Tapi ia menyuruh murid-murid memanggilnya dengan panggilan Kak Will. Katanya sih, ia merasa belum pantas dipanggil Pak. Secara, umurnya baru 22 tahun. Jadi umurnya nggak terlalu beda jauh. Hari itu Kak Will mulai memperkenalkan dirinya di kelas Vika. 
2
Nggak nyangka, kalo Mr. William itu cerewet abis! terus sok kegantengan lagi. Mungkin gara-gara kelakuannya si Vika tempo hari itu kali ya? Jadinya dia keGRan deh. Atau mungkin sudah bawaan orok-nya kayak gitu?. Tapi emang cakep sih. Hehehe. Setelah Kak Will memperkenalkan dirinya dengan panjang lebar, akhirnya Kak Will menyuruh anak-anak untuk menulis opini dan kesan pertama mereka tentang dirinya di secarik kertas, namun Kak Will tidak menyuruh mereka menulis nama. Biar nggak ketahuan gitu! Kan malu kalau ketahuan siapa yang nulis. Tiba-tiba Kak Will melontarkan pertanyaan yang tak diduga oleh Vika sebelumnya. “Kamu! Bagaimana tadi dengan cowok ganteng yang ada di depan TU?” tanya Kak Will santai, namun tepat di sasaran. Kak Will masih inget kalau cewek tadi itu adalahVika!.
Pertanyaan itu sukses membuat Vika mati kutu, speechless! Vika langsung menunduk sedalam-dalamnya. “Sialan nih Kak Will, iseng banget sih! Bikin malu gue aja!” teriak Vika dalam hati. Untung waktu Kak Will menanyakan itu, anak-anak di kelasnya lagi nggak begitu dengerin.
 Jadinya, dia aman nggak kena ceng-cengan anak sekelas. Walaupun, mereka belum terlalu mengenal satu sama lain. Alhasil, kelas baru itu masih terlihat “jaim”. Lagipula, nggak ada yang tahu ini kejadian yang sebenarnya. Kecuali Ana dan Kak Will sendiri. Setelah semuanya selesai menulis opini, kertas itu pun dikumpulkan kembali ke Kak Will. Ternyata, Kak Will melakukan hal yang sama ke semua kelas dua yang diajarnya. Begitu juga kelas Ana.

***
3
Akhirnya, datang juga Kak Will ke kelas Ana. Begitu melihat Kak Will, hati Ana langsung dag-dig-dug. Melihat mukanya saja, hati Ana sudah meleleh. Sampai-sampai, Ana sudah lupa dengan makhluk bernama Mike. Bisa dibilang, Kak Will adalah salah satu target “terbaru” gebetan Ana di sekolah. Sejak pertama kali Ana melihat Kak Will waktu itu. Istilahnya, love at first sight, gitu deh. Wah, murid naksir sama gurunya? Itu sih biasa, kalo gurunya masih muda dan belum menikah. Apalagi masih fresh kayak Kak Will. Betul nggak? Hehehe. Nggak bakalan nolak deh kalau gurunya secakep Kak Will. 
Waktu berada di kelas Ana, Kak Will terlihat ramah dan ceria. Walaupun memang benar kata Vika, kalau Kak Will itu orangnya narsis, cerewet, udah gitu ngomongnya cepet banget lagi!, dll. Kak Will kalau lagi ngajar, lebih concern gimana caranya speaking yang bener. So, katanya nggak apa-apa kalo kita masih pake bahasa gado-gado, alias campur aduk Indonesia-Inggris. Yang penting speaking-nya lancar. Kak Will mulai menyuruh anak-anak di kelas Ana untuk menulis opini tentang dirinya juga. Tapi, entah kenapa ketika Ana mengisi kertas opini dan kesan pertama tentang Kak William. Ana langsung menulis “Look a like Dave Hendrik” dari sekian banyak opini tentang Kak Will yang ia tulis. Terdengar konyol memang. Ya gimana lagi? Memang itu salah satu first impression yang di dapat Ana dari Kak Will. 
Emang sih, mukanya nggak begitu mirip. Mungkin kesan itu didapat, gara-gara body language-nya Kak Will yang sedikit feminin kayak Dave Hendrik. Maklum deh, katanya dia itu adalah anak cowok satu-satunya di keluarganya. Setelah pulang sekolah, Ana dan Vika langsung heboh ngomongin Kak Will, juga tidak lupa Ana cerita tentang opininya terhadap Kak Will.
4

***

Beberapa hari kemudian.
Sewaktu istirahat, Ana tidak sengaja bertemu dengan Vika di kantin. Vika langsung menyambar Ana tanpa ba-bi-bu. “Na, masa tadi pas di kelas gue, Kak Will ngebacain opini lo tentang Kak Will yang mirip Dave Hendrik itu!. Anak-anak kelas gue pada ketawa ngakak tau nggak! Hahaha”, cerocos Vika. 
“Hah? Serius lo dibacain? Mampus gue! Terus lo kasi tau nggak kalo yang nulis itu gue?”, tanya Ana panik. “Tenang aja, nggak bakalan gue kasih tau kok! Lagian apa untungnya coba buat gue? Iye nggak?”, canda Vika. “Iya juga sih. Gue nya aja yang “lebay” ye?. Wkwkwkwkwk. “ ucap Ana dengan lega sembari mengelus dada. 
“Eh, tapi bener ya lo janji jangan bilang ke siapapun! Apalagi ke Kak Will-nya!” ancam Ana sengit. “Iya, sabar bu. Segitunya amat! Jangan-jangan lo suka ya sama Kak Will? Hayo ngaku ??? tanya Vika jail. “Apaan sih lo! Enak aja, lo kali tuh yang suka! Maen nuduh sembarangan aja!” bantah Ana setengah hati. Vika hanya bisa tersenyum lebar penuh arti. Ana tahu persis apa maksud Vika barusan.

***

Pertemuan Kak Will yang kedua di kelas Ana, Kak Will masih membahas tentang opini dan kesan pertama dari anak-anak kelas dua. Ana berusaha bersikap biasa saja,
5
ketika Kak Will membacakan beberapa opini yang paling memorable menurutnya. Ana sudah menebak-nebak dalam hati, apakah Kak Will menyebutkan opini yang ditulisnya ke anak-anak yang lain atau tidak. 
Tapi, Ana tetap memperhatikan ekspresi wajah Kak Will. Takut-takut kalau dia mengamati wajah anak-anak di kelas Ana untuk menebak siapa penulis opini tersebut. Tepat sekali! Ana berpura-pura tidak tahu, waktu Kak Will bilang, “Ada juga yang nulis, Kak Will mirip deh kayak Dave Hendrik! Yaa, namanya juga opini kesan pertama. Tiap orang pasti beda-beda kan?” jelas Kak Will tidak terlihat sedang mencari siapa yang menulis opini tersebut. 
Sejenak, anak-anak sekelas masih pada belum mudeng. Eh, tiba-tiba ada anak cowok yang nyeletuk, “HAHAHA, Dave Hendrik!”, diikuti riuhnya ketawa anak-anak sekelas. Kontan, anak-anak sekelas langsung membanding-bandingkan Kak Will dengan Dave Hendrik. Banyak yang bilang nggak mirip. 
Tapi, emang nggak mirip kok. Cuma gayanya aja yang mirip dikit. Kak Will juga ngomong kalo ada yang nulis, Kak Will itu feminin-lah, a good teacher-lah, talkative, boring, and bla bla bla. Selebihnya, I DON’T CARE!. Ana jadi merasa ge-er sendiri, karena opini darinya itu selalu diingat oleh Kak Will. Dan kayaknya, opini dari Ana itu selalu diumumkan ke seluruh kelas dua deh. Habis, di kelasnya Vika dikasih tauin, di kelas Ana juga. Kemungkinan besar di kelas lain juga begitu. Nggak tahu deh maksudnya apa. 

***
6
Ana tiba-tiba menyadari sesuatu yang beberapa waktu lalu pernah ia alami. Entah, berita baik atau buruk. Ia sudah mulai suka sama Kak Will! Dan itu sudah bikin Ana jadi nggak konsen kalau lagi pelajaran Kak Will berlangsung. Di sisi lain, Ana malah jadi semangat nunggu pelajaran Kak Will, cuma karena kangen buat ngeliat muka cakep-nya itu. Tapi, Ana juga nggak mau menyesal di kemudian hari cuma gara-gara naksir Kak Will, pelajarannya jadi terganggu, terus nilainya jadi jelek. Akhirnya, Ana dengan berat hati berusaha menghilangkan “rasa suka”, ya lebih tepatnya sih “rasa kagum” terhadap Kak Will. Ana tahu, kalau dirinya memang belum waktunya untuk merasakan “cinta” sesungguhnya.
  ***

Walaupun begitu, Ana tetap mau menerima apa pun status dirinya sekarang. Mungkin kalau dia bisa bersikap lebih santai, mungkin saja banyak cowok keren di luar sana yang ternyata suka sama Ana, tapi Ana-nya saja yang nggak sadar karena terlalu sibuk meratapi nasib diri sendiri yang patah hati terus.. Jadi, mau kita jomblo atau nggak, yang penting enjoy aja! Hahahahaha.

***
   



7